Selasa, Mei 27, 2008

Bangsa yang Bangkit

Oleh : Didin Hafiduddin
Di antara peristiwa besar yang terjadi pada bulan Mei ini adalah peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei. Terlepas dari usulan sejumlah pakar untuk me-review ulang catatan sejarah, di mana organisasi modern seperti Serikat Dagang Islam yang juga berwawasan kebangsaan muncul terlebih dahulu, peristiwa kebangkitan Nasional tersebut layak untuk diambil hikmahnya. Bagaimanapun, ia merupakan fenomena yang menjadi tonggak penting perjuangan rakyat Indonesia dalam menghadapi penjajahan Belanda. Keberadaannya telah menjadi momentum sejarah yang tidak terlupakan.
Dalam konteks saat ini, momentum 100 tahun Harkitnas tersebut diharapkan akan mendorong dan menstimulasi kebangkitan bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai krisis dan permasalahan berat yang dihadapinya, mulai dari persoalan ekonomi, politik, sosial, budaya, terutama juga dalam menghadapi kenaikan BBM yang telah diumumkan pemerintah pada malam Sabtu kemarin. Sebuah harapan dan optimisme yang harus terus ditumbuhkan. Bagaimanapun, sikap pesimis dan mudah putus asa merupakan cerminan perilaku kufur seseorang (QS 12: 87). Menjadi bangsa yang bangkit merupakan harapan dan keinginan seluruh masyarakat. Namun, kebangkitan tersebut tidak akan memiliki makna manakala tidak diikuti dengan berbagai upaya perbaikan secara terus-menerus. Inilah yang menjadi inti dari Kebangkitan Nasional, yaitu perbaikan kondisi bangsa ke arah yang lebih positif.
Untuk itu, ajaran Islam telah menawarkan konsep ishlah sebagai intisari dari perbaikan dan perubahan yang mencakup beberapa aspek penting dan strategis.
Ishlah pertama, ishlahul `aqidah, yaitu memperbaiki akidah dan keyakinan bangsa terhadap kebenaran ayat-ayat Allah SWT. Ini adalah hal yang sangat fundamental dalam kehidupan seorang Muslim. Akidah merupakan variabel dasar yang mampu menggerakkan manusia untuk senantiasa memegang teguh prinsip-prinsip kebenaran dalam berbagai situasi dan kondisi. Allah SWT telah membuat perumpamaan kalimat tauhid yang menjadi pokok dasar akidah dan keyakinan seorang Muslim, yaitu bagaikan pohon yang baik di mana ia memiliki akar yang kokoh dan cabang yang menjulang tinggi ke langit (QS 14: 24).
Kedua, ishlahul `ibadah, yaitu memperbaiki kualitas ibadah secara berkesinambungan. Masyarakat harus didorong untuk meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah SWT secara konsisten. Tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepada-Nya (QS 51:56). Yang menarik adalah Islam selalu mengaitkan kualitas ibadah seseorang dengan perilakunya. Banyak ayat dan hadis yang menunjukkan hal tersebut. Misalnya, dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, ''Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya ia memuliakan tetangganya.'' (HR Thabrani). Adanya korelasi yang kuat antara kesalehan individual dengan kesalehan sosial mengindikasikan bahwa memperbaiki kualitas ibadah pada dasarnya merupakan upaya untuk memperbaiki perilaku sosial masyarakat.
Ketiga adalah ishlahul `aailah, yaitu memperbaiki keluarga. Sebagai unsur terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki peran yang sangat strategis sebagai benteng pertahanan moral. Masyarakat yang kuat adalah masyarakat yang ditopang oleh keluarga yang kuat. Salah satu sebab tingginya angka penyalahgunaan narkoba dan perilaku menyimpang lainnya di kalangan remaja dan pemuda adalah rapuhnya kondisi keluarga mereka. Karena itu, pendidikan keluarga menjadi variabel yang tidak boleh diabaikan. Orang tua harus dapat memerankan diri sebagai contoh dan teladan bagi anak-anaknya. Apa yang diucapkan, itulah yang dikerjakannya. Keteladanan seperti inilah yang diyakini mampu meningkatkan daya tahan sebuah keluarga di dalam menghadapi berbagai gejolak dan problematika sosial yang semakin kompleks.
Yang keempat adalah ishlahul mu'aamalah, yaitu perbaikan muamalah, termasuk memperbaiki kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, dan
lain-lain. Harus disadari bahwa penyebab utama keterpurukan ekonomi bangsa adalah praktik-praktik ekonomi yang bertentangan dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Untuk memperbaiki kondisi perekonomian bangsa, sudah saatnya ekonomi syariah diberi ruang yang lebih besar dalam berperan. Zakat, misalnya, jika mampu dikelola dengan baik melalui institusi amil yang amanah dan profesional, diyakini akan dapat mengurangi kemiskinan secara signifikan. Demikian pula dengan perbankan syariah yang sampai saat ini mampu menjalankan peran intermediasi antara sektor keuangan dengan sektor riil secara lebih baik, bila dibandingkan dengan perbankan konvensional. Belum lagi dengan potensi wakaf yang sedemikian luar biasa. Bangsa ini tidak perlu ragu lagi untuk menjadikan ekonomi syariah sebagai panglima perekonomian negara.
Kelima, ishlahul ukhuwwah, yaitu memperbaiki ukhuwah atau persaudaraan antarsesama anggota masyarakat. Harus ditumbuhkan perasaan empati dan senasib sepenanggungan antarwarga negara. Yang kaya peduli dengan yang miskin, yang berkuasa peduli dengan rakyatnya. Namun, harus disadari bahwa ukhuwah ini bukan barang jadi. Ia merupakan hasil dari proses pembinaan yang dilakukan secara terus-menerus. Salah satu institusi yang dapat dijadikan sebagai media penguatan ukhuwah adalah masjid. Kebiasaan untuk shalat berjamaah di masjid harus terus-menerus didorong dan dikembangkan. Insya Allah, masyarakat yang terbiasa shalat berjamaah akan menjadi masyarakat yang solid, tangguh, dan mencintai kebaikan.
Dan, yang keenam adalah ishlahul imamah, yaitu perbaikan kepemimpinan. Sudah saatnya para pemimpin bangsa ini didorong untuk memiliki keberpihakan yang kuat kepada rakyatnya. Sesulit apa pun kondisi yang dihadapi, berpihak pada rakyat kecil merupakan sebuah keharusan. Karena, hal inilah yang akan mengundang pertolongan dan rezeki dari Allah SWT (alhadis). Demikian pula dengan perilaku amanah. Setiap pemimpin harus menyadari pentingnya berperilaku amanah karena ia memiliki korelasi kuat dengan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, perilaku khianat hanya akan mendatangkan kemiskinan dan kesengsaraan (alhadis). Wallahu'alam.

Tidak ada komentar: